Minggu, 15 Mei 2011

Polemik Polifarmasi di Dunia Kesehatan Indonesia

Pernahkah menebus resep dokter yang isinya bermacam-macam obat? Bagaimana rasanya kalau dalam satu hari kita harus minum obat lebih dari 5 macam obat? Waduh, kalau saya mengalami hal seperti di atas, saya pasti tambah pusing, entah bagaimana dengan Anda.
Apakah itu polifarmasi? Bagi khalayak umum kata tersebut sudah barang tentu tidak dimengerti, tapi kalau bagi para praktisi kesehatan masih gak ngerti juga itu sudah kelewatan namanya. Bagi saya pengertian polifarmasi itu adalah suatu cara pengobatan yang berlebihan dimana suatu penyakit diobati dengan berbagai macam obat yang semestinya tidak perlu diberikan.
Jikalau demikian, pengobatan yang bagaimana yang dikatakan sebagai polifarmasi? Nah, pertanyaan ini sering menjadi perdebatan di antara kalangan praktisi kesehatan, terutama antara dokter dengan apoteker menurut kacamata pendidikan masing-masing. Terkadang dokter mengatakan pengobatan tersebut bukan polifarmasi, tetapi menurut apoteker hal tersebut sudah merupakan polifarmasi. Lalu, siapa yang benar dong?
Menurut saya sebagai seorang apoteker, pengobatan yang dapat dikatakan sebagai polifarmasi itu  jika obat yang diberikan tidak tepat sasaran. Memang mungkin semua obat yang diberikan itu memiliki kandungan yang dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit tersebut, tetapi sebenarnya bisa juga tidak diberikan karena efek terapinya tidak signifikan.
Sebagai contoh saya pernah mengalaminya sendiri. Saya memiliki penyakit lambung yang bisa dikatakan kronis. Suatu waktu saya terlambat makan, dan akhirnya sakit maag saya kumat. Saya tidak bisa tidur tenang, dan perih di ulu hati. Tanpa pikir panjang saya langsung pergi ke rumah sakit dan berobat di dokter spesialis penyakit dalam.Setelah diperiksa, dokter tersebut mengatakan bahwa saya mengalami tukak lambung. Kemudian saya diberikan resep untuk ditebus di instalasi farmasinya. Cukup lama saya perhatikan resep obat tersebut, dan saya merasa ada kejanggalan (mungkin karena saya apoteker) pada resep tersebut. Lalu saya tanyakan kepada dokter tersebut obat apa saja yang ia berikan ke saya. Dokter itu menjawab dengan memberikan keterangan yang kurang memuaskan dan sepertinya ia kurang senang dengan pertanyaan saya tersebut. Saya pun jadi sedikit emosi, tapi masih mencoba bersabar dengan mencoba menanyakannya kembali. Namun, kembali jawaban yang saya terima kurang memuaskan dan seperti tersirat dari jawabannya tersebut bahwa tahu apa saya soal pengobatan. Saya pun akhirnya dengan nada sedikit keras bertanya kepadanya mengapa dokter memberikan obat sakit kepala kepada saya padahal yang sakit lambung saya. Memang saya ada rasa pusing, tetapi pusing tersebut kan disebabkan karena efek dari nyeri di lambung saya. Jika lambung saya sembuh, pusing di kepala saya dengan sendirinya akan hilang. Kemudian saya bertanya lagi, untuk apa dia memberikan 3 macam obat lambung kepada saya yang memiliki efek terapi yang sama. Hal ini artinya dosis yang diberikan kepada saya kan sudah berlebihan. Dokter tersebut terkejut setengah mati dengan pertanyaan dan keterangan yang saya berikan kepadanya dan malah bertanya balik kepada saya siapa diri saya sebenarnya. Saya langsung menjawabnya bahwa saya seorang apoteker. Ketika mendengar jawaban saya tersebut, bertambah terkejutnya dia. Akhirnya dia meminta resep yang sudah diberikan kepada saya dengan alasan ingin mengeceknya lagi apakah memang ada yang harus dikurangi atau tidak dari resep yang diberikan kepada saya. Akhirnya saya memberikan kembali resep tersebut. Walaupun demikian, sembari memberikannya saya langsung berkata kepada dokter tersebut bahwa kalaupun resep tersebut akan dikurangi, saya tidak akan menebusnya dan mengatakan kepada dia bahwa saya tidak percaya lagi atas terapi apapun yang diberikan kepada saya.
Jika kejadian seperti yang saya tulis di atas pernah terjadi pada  diri Anda, lalu siapa yang harus disalahkan? Perdebatan mengenai hal ini sering menjadi bahan diskusi antara para tenaga kesehatan kita, khususnya apoteker dan dokter. Apoteker mengatakan hal tersebut sudah bisa dikatakan polifarmasi, tetapi menurut dokter ada beberapa hal yang belum tentu dapat dikategorikan sebagai polifarmasi. Kalaupun demikian, bagaimana solusi yang terbaik untuk masalah polifarmasi ini?

Kamis, 21 April 2011

Profil Penulis

Antony Silaban, S.Si, Apt, lahir di Jakarta tanggal 10 Oktober 1977 dari pasangan keluarga Ir. Anggiat Silaban (alm) dan Ny. Riaman Nababan. Anak ke-2 dari 3 bersaudara. Disekolahkan oleh kedua orang tuanya di sekolah dengan latar belakang pendidikan Kristen, yaitu di SDK IPEKA Tomang, SMPK IPEKA Tomang, dan SMUK I BPK Penabur Jakarta. Selepas SMA, melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi pada salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung (Universitas Padjadjaran) dari tahun 1996 hingga tahun 2002, kemudian dilanjutkan dengan mengambil pendidikan profesi apoteker hingga tahun 2004.
Jiwa berwiraswastanya mulai timbul ketika ia duduk di bangku kuliah. Bersama teman-teman satu kostannya merintis usaha dengan membuka warung kopi di sekitar kampus, kemudian membuka rental computer. Akibat kesibukannya dalam berwiraswasta inilah, kuliahnya di bidang farmasi agak sedikit terlambat dibandingkan teman-teman seangkatannya. Walaupun demikian, hal inilah yang membuat sang penulis bertekad bahwa setelah lulus nanti ia memiliki cita-cita untuk menjadi seorang wiraswastawan.
Selepas lulus S1 dan profesi apoteker, penulis sempat bekerja sebagai staff Quality Control  di salah satu pabrik obat di daerah Jakarta, kemudian bekerja di salah satu distributor bahan baku farmasi sebagai staff penjualan. Walaupun demikian, kesemuanya itu tidak berlangsung lama. Tekad yang sudah bulat untuk berwiraswasta membuat dirinya tak pernah merasa betah di setiap pekerjaan yang digelutinya di perusahaan.
Sekitar tahun 2004, dengan sedikit bantuan modal dari orang tua dan tabungan yang dimilikinya, ia membuka usaha di bidang perapotekan. Apotek yang pertama kali dibukanya terletak di wilayah Karawaci, Tangerang. Kemudian dia juga bekerja sebagai konsultan beberapa apotek di daerah Subang dan di Sumatera.
Menyukai kegiatan olahraga, seperti hiking, traveling, biliar, maupun golf. Sifatnya yang mudah bergaul dengan siapa saja menjadi salah satu modal penulis dalam mengembangkan usaha yang dirintisnya selama ini.
Prinsip hidupnya yaitu tak pernah berhenti belajar dari pengalaman yang membuat dirinya tertempa di bidang usaha perapotekan. Saat ini bersama salah seorang temannya, ia sedang membuat suatu konsep apotek jaringan dimana nantinya para apoteker-apoteker generasi muda tidak lagi takut untuk membuka usaha di bidang perapotekan.
Bagi Anda pembaca yang ingin berkonsultasi mengenai obat, usaha apotek, atau apapun yang berhubungan dengan farmasi, silahkan menghubungi melalui e-mail di burmed@yahoo.com. Siapa tahu permasalahan yang ingin Anda tanyakan bisa terpecahkan.

Harga Obat Semakin Mahal, Salah Dimana?

Belum lama ini kita mendapatkan informasi dari pemerintah bahwa akan ada kenaikan harga obat sebesar 10 persen. Hal ini disebabkan semakin tingginya harga bahan baku obat sendiri dimana sebagian besar bahan baku tersebut harus diimpor dari luar negeri. Bagi masyarakat pasti hal ini akan semakin berat. Dengan kata lain, sebisa mungkin kita tidak boleh sakit. Bayangkan, jika dulunya kita membeli obat sakit kepala yang dulunya hanya seribu perak, dengan adanya kenaikan ini, harganya bisa dua kali lipatnya. Lho, kok bisa begitu? Padahal kenaikan harga yang disebutkan oleh pemerintah kan cuma 10 persen, tapi mengapa harga jual di pasar bisa dua kali lipatnya? Berarti pedagang terlalu tinggi mengambil untungnya dong?
Saya sebagai salah satu pelaku pasar di bidang ini tentu tak ingin disalahkan seperti itu. Memang yang namanya pedagang pasti tujuannya satu, ingin mengambil keuntungan sebesar-besarnya. Akan tetapi, perlu diingat juga, jika kita ingin mengambil untung sebesar mungkin jika produk yang dijualnya tidak laku di pasaran juga tidak ada gunanya, apalagi jika kita yang bergerak di bidang retail. Sebab, patokan dari kita sebagai pengusaha retail, kita mengambil keuntungan berdasarkan selisih pembelian dari distributor dengan penjualan ke customer. Persaingan harga pun lebih terasa di bidang retail pada umumnya. Contohnya sebagai berikut, produk A dulunya dari distributor harga Rp. 1000,- per strip. Ketika mengalami kenaikan bahan baku obat seperti yang diberikan oleh pemerintah, harga yang diberikan distributor ke retail bukan berarti hanya naik 10 persen dari harga lama, ternyata bisa naik hingga 50 persen menjadi Rp. 1500,- per strip. Lalu, apakah kita akan menjualnya dengan harga 1100? Tentu tidak bukan? Lalu, mengapa bisa begitu?
Dari berbagai macam informasi dan data yang saya kumpulkan, dan juga berbagai macam contoh kasus yang pernah saya alami, saya memiliki gambaran dan kesimpulan mengenai distribusi obat yang ada di negeri kita ini:
•    Sistem pengawasan yang kurang dari pihak produsen obat maupun pemerintah bahkan seperti sengaja dibiarkan dalam hal distribusi obat menyebabkan banyak terjadi ketimpangan dalam pengontrolan harga di pasar.
•    Adanya ketimpang-tindihan antar sesama distributor dimana harga obat yang seharusnya khusus untuk konsumen tertentu (pelaku tender contohnya) ternyata bisa diperoleh oleh konsumen luas. Hal ini bisa terjadi karena ada permainan antara orang dalam di distributor itu sendiri.
•    Terjadinya kongkalingkong antara pihak detailer obat kepada praktisi kesehatan (dokter), sehingga biaya promosi yang seharusnya bisa diterima oleh retail menjadi tidak sampai.

Kesimpulan yang ketiga ini bukanlah mengada-ada, tetapi berdasarkan atas apa yang saya alami selama saya membuka usaha apotek. Pernah waktu itu saya didatangi oleh salah satu detailer obat dari satu pabrik terkemuka di Indonesia. Ia menawarkan salah satu produknya untuk disediakan di apotek saya. Sebenarnya saya tidak berkeberatan dengan hal tersebut. Namun ketika saya menanyakan bentuk kerjasama yang ia tawarkan lalu mengenai kondisi khusus harga yang disepakati, ternyata saya tidak menerima suatu penawaran yang saling menguntungkan dan penawaran tersebut terkesan dipaksakan kepada saya. Sebelumnya produk tersebut sudah tersedia di apotek saya, tetapi saya membeli bukan dari distributor utama (dalam hal ini pihak mereka sendiri) melainkan dari sub distributor dari mereka (pihak kedua). Logikanya, jika saya membeli dari pihak kedua, seharusnya harga yang ditawarkan pasti lebih tinggi bukan? Ternyata tidak demikian, malah pihak kedua memberikan harga lebih rendah dari distributor utama. Saya sebagai pedagang (dan sudah pasti pedagang keseluruhan) sudah barang tentu memilih penawaran dari pihak yang memberikan penawaran yang lebih bagus. Sayapun menolak kerjasama tersebut, karena dengan penawaran tersebut saya tidak bisa memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan harga murah untuk produk tersebut. Ketika saya menolak kerjasama tersebut, terjadi suatu kejadian yang sangat mengagetkan saya. Frekuensi resep dari dokter tersebut yang menggunakan resep tersebut menurun drastis. Awalnya saya berpikir hal tersebut lumrah, tetapi lama kelamaan saya menjadi curiga karena hal tersebut sudah berlangsung selama 3 bulan berturut-turut. Ketika saya mulai menyelidiki hal tersebut, ternyata pihak detailer obat tersebut memberikan informasi ke dokter tersebut bahwa apotek saya tidak bersedia bekerjasama sehingga perlakuan khusus (komisi maksud saya) yang dijanjikan tidak dapat diperoleh oleh dokter tersebut. Ia sepertinya menyarankan ke dokter tersebut untuk mengalihkan ke apotek lain yang lebih jauh dari klinik tempat ia praktek resep yang ia berikan kepada pasien.
Menurut saya sebagai pedagang, hal ini justru merusak reputasi apotek saya, dan saya sangat kecewa dengan praktek-praktek semacam ini. Jadi sebenarnya, end user dari obat di negeri kita ini siapa? Kalau praktek-praktek demikian terus terjadi, bagaimana kita sebagai pengusaha apotek bisa memberikan pelayanan yang terbaik kepada customer jika kita sendiri tidak diberikan perlakuan yang baik dari pihak distributor? Bukankah biaya promosi (entertainment) semacam itu seharusnya diberikan kepada pihak retail bukan? Ketika saya membicarakan hal tersebut kepada sesama pengusaha apotek, mereka tersenyum dan mengatakan bahwa hal-hal tersebut sudah menjadi rahasia umum dan susah untuk dihentikan, karena di negeri kita ini sebenarnya end user  obat itu bukan pasien, tetapi dokter (khususnya obat-obatan resep) sehingga tercipta iklim usaha demikian. Kalau produknya ingin laku dan tertulis di resep, imbal baliknya apa kepada penulis resep tersebut.
Kembali ke kasus di atas, saya marah sekali. Adanya kongkalikong seperti itu menyebabkan omzet apotek saya turun drastis. Akhirnya saya melakukan sesuatu untuk mengatasi masalah tersebut. Saya mengunjungi setiap apotek di sekitar klinik tersebut (dalam radius jarak 1 km) dan membeli seluruh produk tersebut yang tersedia di setiap apotek, kemudian saya menjualnya kembali dengan harga yang sangat murah dan bahkan (di bawah harga beli dari distributor), dan juga menawarkannya kembali ke apotek-apotek sekitarnya dengan harga sangat murah keesokan harinya. Hal itu saya lakukan selama 1 bulan berturut-turut sambil mengamati kondisi pasar. Memang tindakan saya itu sangat beresiko tinggi dan terlalu berspekulasi, tetapi tujuan saya ialah ingin menjatuhkan harga di pasar untuk produk tersebut dan membuat agar semua apotek di sekitar klinik tersebut membeli produk itu hanya ke apotek saya saja, tidak lagi membeli ke distributor utama ataupun agennya (karena harga yang saya tawarkan sangat murah). Apa yang saya harapkan terjadi. Setelah lewat 1 bulan, detailer obat tersebut kembali datang ke apotek saya dan kembali menawarkan produknya dengan harga yang berbeda dan meminta kepada saya untuk tidak melanjutkan kegiatan spekulasi itu di daerah saya. Tentu saja saya menolaknya kembali, mengingat perlakuan dia terdahulu menyebabkan kerugian yang cukup besar terhadap usaha saya disamping kerugian yang juga saya alami selama saya melakukan spekulasi di atas. Walaupun demikian, saya masih bisa menerima tawaran tersebut dengan cara memintanya agar saya mendapatkan harga separuh dari harga normal pembelian dan memintanya untuk tidak melakukan tindakan-tindakan seperti dulu di daerah saya. Pihak detailer agak keberatan, namun setelah cukup lama bernegosiasi akhirnya pihak detailer bersedia menerima persyaratan yang saya tawarkan.
Dari contoh kasus yang saya alami, saya simpulkan bahwa sebenarnya biaya promosi dari produsen tersebut bisa kita peroleh sebagai pelaku retail. Akan tetapi, hal tersebut menjadi terganjal akibat praktek-praktek yang tidak baik, sebab salah satu penyebab harga obat menjadi tinggi akibat praktek-praktek di atas. Kita sebagai pelaku usaha retail memang ingin meraih keuntungan yang besar, tetapi jika kita mendapatkan harga yang murah (dengan diskon yang sudah menjadi hak kita) akan dengan sendirinya memberikan harga yang terbaik kepada konsumen karena menurut saya, salah satu ujung tombak utama bagi pihak produsen untuk memasarkan produknya ialah apotek itu sendiri. Kalau hal-hal seperti ini bisa terhapuskan, saya berkeyakinan bahwa harga obat di negeri kita ini bisa ditekan kok dan masyarakat ekonomi rendah tidak lagi takut akan biaya jika dirinya sakit, yah itupun kalau pihak produsen maupun pihak pemerintah bertekad melakukannya, tapi kalau tidak ya susah juga ya. Habis mau gimana lagi, budaya korupsi maupun suap-menyuap seperti kasus di atas udah seperti budaya di negeri kita ini. 

DRUG STORE MAP, Media Informasi Apotek Bagi Masyarakat

Pernahkah Anda merasa kesal, bingung atau susah sekali untuk cari obat yang ingin Anda beli? Atau ketika Anda sedang berpergian ke luar kota, tiba-tiba Anda mendadak sakit dan membutuhkan obat, tapi di daerah itu susah untuk cari apotek/ toko obat / klinik? Drug Store Map dapat menjadi solusi bagi masalah tersebut.
Ide ini sebenarnya masih sekedar ide mentah dari saya saja. Ide ini muncul atas dasar pengalaman pribadi saya ketika saya sedang berlibur ke luar kota. Tiba-tiba di dalam perjalanan tersebut, ibu saya lupa membawa obat yang biasa diminum dan harus rutin. Lalu kami pun pergi ke apotek sekitarnya namun tidak ada yang menjual produk tersebut. Setelah cukup lama mencari, akhirnya kami bisa mendapatkannya di apotek yang cukup jauh dari tempat penginapan.
Contoh pengalaman yang saya ceritakan di atas pasti Anda sekalian pernah mengalaminya. Pusing bukan? Waktu jadi banyak tersita. Belum lagi jika obat yang dibutuhkan itu sangat urgent, wah nyawa bisa melayang bukan?
Oleh karena itu, saya memiliki ide menciptakan suatu media informasi apotek dimana masyarakat bisa mengetahui daftar apotek-apotek yang menyediakan obat-obat yang dibutuhkan mereka. Media ini bisa diakses melalui handphone / smartphone yang dapat menggunakan akses internet.



Saya berikan urutan sederhana dari aplikasi tersebut di bawah ini:
1.    Anda masukkan posisi Anda sekarang di kolom yang tersedia
2.    Setelah itu, Anda masukkan nama obat yang Anda butuhkan pada kolom yang tersedia
3.    Ketika Anda telah mengisi semuanya, aplikasi ini akan menampilkan daftar apotek yang menyediakan obat tersebut dalam radius tertentu dan terdekat dengan posisi Anda berikut alamat dan nomor telepon apotek tersebut.
4.    Jika tidak tersedia, akan muncul pertanyaan apakah Anda ingin mencari kembali. Ketika Anda mengklik yes, akan ditampilkan daftar apotek lainnya dengan radius yang lebih jauh dari yang pertama.
5.    Jika masih tidak diketemukan, aplikasi ini akan memberi pertanyaan apakah Anda bersedia membeli produk yang berbeda tetapi memiliki kandungan yang sama dengan yang Anda cari. Ketika Anda menjawab ya, akan muncul daftar produk yang memiliki kandungan yang sama berikut daftar apotek yang menyediakan produk tersebut.
Bentuk aplikasi di atas nantinya akan dibuat sangat sederhana dan siapa saja dapat mengaksesnya (user friendly). Apalagi alat yang dibutuhkan (HP / smartphone) saat ini sudah banyak yang menggunakannya. Aplikasi ini sifatnya gratis dan masyarakat bisa mendownloadnya di internet nantinya.
Banyak manfaat dan keuntungan yang bisa diperoleh dengan aplikasi ini, antara lain:
1.    Kita sebagai user akan lebih cepat mendapat informasi daftar apotek yang menyediakan obat yang kita butuhkan, terlebih lagi ketika kita berada di luar kota.
2.    Kita juga bisa dengan cepat mengetahui informasi produk subtitusi dari obat yang kita butuhkan ketika obat tersebut sangat jarang disediakan oleh apotek yang dekat dengan posisi kita.
3.    Aplikasi ini juga bisa menjadi media promosi bagi apotek-apotek yang terdaftar, sehingga mereka bisa menyampaikan informasi produk-produk yang disediakan oleh apotek tersebut.
Memang aplikasi ini belum terealisasi, masih menjadi angan-angan saya saja karena butuh waktu dan biaya yang tidak kecil, belum lagi terkendala pada keinginan apotek-apotek untuk mau mendaftarkan data produknya ke dalam aplikasi ini karena sudah pasti jenis produk yang apotek sediakan tidak cuma satu dua macam saja. Apalagi apotek yang ingin mendaftarkan ke aplikasi ini dikenakan biaya pendaftarannya (hehehe, ya keuntungan saya dari biaya pendaftaran inilah).
So, apakah ada dari pembaca yang tertarik dengan ide saya ini lalu mau menjadi sponsor untuk pembuatan aplikasi ini dapat menghubungi saya melalui e-mail di burmed96@yahoo.com. Saya yakin, aplikasi ini kalau sudah jadi bisa menghasilkan keuntungan yang besar apalagi teknologi informasi semakin maju dan masyarakat semakin melek akan teknologi informasi. 

Bursa Medika, Konsep Baru Di Dunia Usaha Retail Farmasi

Bursa Medika? Apa itu bursa medika? Konsep baru yang bagaimana lagi nih?
Hehehe, sebenarnya konsep ini saya kemukakan bukan barang baru juga, melainkan kombinasi dari berbagai konsep usaha yang coba saya aplikasikan di dunia retail farmasi dalam hal ini bidang perapotekan. Bisa dibilang konsep ini sebagai modifikasi dari konsep apotek jaringan maupun franchise yang sudah ada selama ini.
Pertama-tama saya ingin deskripsikan dulu pengertian dari bursa medika tersebut. Bursa itu artinya pasar sedangkan medika itu artinya yang berhubungan dengan kesehatan, sehingga bisa dikatakan bahwa bursa medika merupakan suatu konsep tentang pemasaran produk-produk di bidang kesehatan dengan dibantu media dunia maya (internet) sehingga terciptanya suatu pasar yang lebih luas.
Konsep ini saya buat berdasarkan pemikiran saya akan persaingan yang semakin ketat di dunia usaha retail farmasi dimana munculnya pemain-pemain bermodal besar yang membentuk jaringan apotek di berbagai daerah dimana mengakibatkan para apotek-apotek yang berdiri sendiri dan bermodal kecil di kemudian hari hukum pasar pun akan terjadi, siapa yang kuat (khususnya modal) itulah yang akan menjadi pemenag. Kalau begitu, nasib apotek-apotek mandiri dan bermodal kecil dapat dipastikan akan tersingkir secara alami. Dengan konsep ini, saya berharap agar apotek-apotek yang kecil ini akan dapat bertahan dan mampu bersaing dengan apotek-apotek yang bermodal besar.
Konsep ini sebenarnya sederhana saja dan berbasis jaringan dengan dibantu teknologi informasi (internet) dan bisa dikatakan semacam konsep koperasi, dimana para anggotanya dapat membeli kebutuhan produk di apoteknya terkordinir dari koperasi tersebut. Dengan terkumpulnya kebutuhan-kebutuhan para anggotanya, koperasi tersebut memiliki posisi tawar yang lebih baik kepada pihak produsen (melalui distributor) dan menyebarkan produk tersebut kepada para anggotanya dibandingkan anggota koperasi tersebut membelinya secara langsung kepada distributor.
Sebagai contoh: distributor menawarkan harga produk A sebesar 10000/box. Produk A ini termasuk produk yang laku di pasar dan banyak dibutuhkan di seluruh apotek. Kita bentuk semacam koperasi dimana anggotanya terdiri atas 20 pemilik apotek yang berdiri sendiri. Kemudian koperasi tersebut yang nantinya membeli produk tersebut ke distributor dalam jumlah partai besar. Sudah barang tentu akan ada kondisi diskon yang lebih diberikan pihak distributor. Nah kondisi inilah yang nantinya akan diberikan kepada masing-masing anggotanya. Harga jualnya pun dari masing-masing anggota akan mampu bersaing di pasar. Menguntungkan bukan? Disamping itu, anggota koperasi tersebut tidak memiliki keterikatan dalam hal manajemen, semuanya berpulang kepada manajemen masing-masing pemilik. Walaupun demikian, secara alami hubungan timbal-balik dan menguntungkan antar sesama anggota akan tumbuh dan bukan lagi bersifat saling menjatuhkan lagi.
Konsep ini sudah pernah saya coba di salah satu apotek yang saya miliki. Memang tidak mudah, tapi secara perlahan dan pasti apotek-apotek yang saya ajak tertarik dan mereka pun merasakan banyak manfaat yang diperoleh. Para anggota juga sekarang tidak lagi perang harga antar sesama anggota koperasi karena kebutuhan produknya itu sudah tersedia dari pusatnya dan harga yang didapatkan sudah sama-sama saling mengetahui. Kalaupun masih ada persaingan harga, tingkat persaingan sudah tidak seperti yang dulu.
Sekarang ini saya mencoba memperluas konsep tersebut, dimana saya mencoba menciptakan suatu gudang besar bagi para apotek, dimana para apotek yang membeli kebutuhan produk di tempatnya bisa dibeli di gudang besar tersebut dan bisa dibeli secara eceran dan harga yang sangat kompetitif. Dengan bantuan media internet, jaringan apotek akan semakin luas.
Banyak keuntungan-keuntungan yang pasti diperoleh pemilik apotek, diantaranya:
1.    Harga yang didapatkan jauh lebih murah, karena gudang besar membeli produk-produk yang ditawarkan dari pihak distributor utama. Contohnya seperti yang sudah saya ceritakan di atas.
2.    Apotek-apotek yang berbelanja di gudang besar ini (Bursa Medika) bisa membeli kebutuhan produknya secara eceran (strip, botol, fls) sehingga pengaturan stock dalam waktu satu bulan lebih terjaga. Contohnya begini: biasanya untuk produk A, apotek membeli dari distributor harus 1 box (10 strip) dan kredit 1 bulan, tetapi produk tersebut dalam waktu satu bulan hanya bisa terjual 3 strip saja. Berarti 7 strip sisa harus dibayarkan terlebih dahulu ke distributor dan menjadi stock. Dengan berbelanja di gudang besar ini, apotek tidak perlu lagi berbelanja 10 strip, tapi bisa 3 strip saja bukan. Setelah produk tersebut habis, apotek tersebut bisa membelinya lagi ke gudang besar. Biaya penyimpanan stock bisa tereduksi bukan? Dan bisa menambah item produk lainnya dari biaya tersebut.
3.    Jumlah jenis produk di apotek akan lebih bervariasi tapi stocknya tidak berlebihan. Hal ini bisa tergambarkan dari apa yang saya terangkan di atas.
4.    Keanggotaan bersifat tidak mengikat, keputusan tetap berada di tangan masing-masing pemilik. Jadi setiap anggota dapat membeli kebutuhan di apoteknya di luar gudang besarnya.
5.    Bagi yang ingin memulai usaha apotek pertama kali, konsep ini akan meminimalisasi modal yang harus dikeluarkan. Modal pengadaan produk menjadi lebih kecil karena bisa membeli produk secara eceran.
6.    Di dalam bursa ini dapat juga dijadikan sebagai wadah/media bagi para apotek-apotek yang menjadi anggota untuk menjual produknya sendiri ke sesama apotek yang juga menjadi anggota di bursa ini. Misalkan apotek A memiliki beberapa produk yang tidak laku di apoteknya dan tidak bisa lagi diretur ke distributor. Nah, produk tersebut sudah menjadi produk yang rugi bukan? Daripada tidak laku sama sekali, apotek tersebut bisa menawarkan produk tersebut melalui media yang tersedia di bursa ini ke sesama apotek yang mungkin di apotek lain ternyata lebih cepat laku. Yah, semacam sistem cuci gudang maksudnya. Atau bisa dengan contoh lainnya: Apotek B karena memiliki kerjasama dengan salah satu produsen dimana apotek tersebut mendapatkan harga khusus untuk produk tertentu. Ternyata, dengan perjanjian yang telah disepakati dengan pihak produsen, penjualan produk tersebut belum tentu habis dalam waktu cepat. Dengan media ini, ia dapat menawarkan produk tersebut di sana dengan harapan produk tersebut dibeli oleh apotek-apotek yang menjadi anggota dari bursa ini.
7.    Adanya keinginan kembali bagi para apoteker (baik muda maupun tua) untuk membuka usaha di bidang apotek dan tidak lagi takut karena keterbatasan modal.
Seperti yang sudah saya ceritakan di atas, konsep ini sudah saya praktekkan dan terbukti berhasil. Di dalam bursa ini, sudah cukup banyak yang mendaftarkan diri dan mengatakan konsep ini sangat bagus dan membantu mereka yang memiliki keterbatasan modal. Memang, masih banyak kelemahan-kelemahan yang harus diperbaiki, seperti waktu pengiriman yang lebih lama dari distributor biasa, sistem retur produk, dll. Namun secara keseluruhan, para apotek yang terdaftar di bursa ini menyambut baik konsep yang saya buat ini. So, bagi para pemilik apotek yang belum mendaftar ataupun Anda yang ingin memulai usaha apotek, mari bergabung di bursa ini, toh sifatnya tidak mengikat. Banyak keuntungan-keuntungan lainnya di luar yang saya sebutkan di atas. Persyaratannya pun tidak sulit. Atau jika ada yang ingin ditanyakan lebih jauh, dapat menghubungi saya melalui e-mail di: burmed96@yahoo.com atau di contact@bursamedika.com.

Kamis, 31 Maret 2011

Franchise Apotek: Menguntungkan atau Tidak??

Dunia usaha di segala bidang akan selalu mengalami kemajuan maupun kemunduran. Hal ini tergantung daripada pengelolaan dari pihak pengusahanya. Berbagai macam cara dilakukan para pengusaha agar usaha mereka tetap eksis di dunia ini, baik itu diversifikasi usaha, pelebaran daerah usaha, dsb. Tujuannya hanya satu, yaitu untuk meningkatkan keuntungan.
Salah satu usaha tersebut ialah dengan menggunakan sistem franchise. Nah, yang akan saya bahas di sini berkaitan dengan franchise apotek yang semakin marak di negeri kita ini.
Seiring dengan tingkat persaingan yang semakin tinggi, muncullah suatu konsep yang disebut dengan sistem apotek jaringan. Franchise apotek bagi saya adalah salah satu bentuk sistem apotek jaringan. So, apakah apotek jaringan itu?
Apotek jaringan ialah suatu sistem jaringan retail di bidang farmasi dimana seluruh sistem manajemen di dalamnya memiliki kesamaan dan saling terikat satu dengan lainnya walaupun tempat usaha tersebut berada di beberapa tempat. Sistem manajemen tersebut antara lain: sistem pembelian barang, sistem pelayanan, sistem pengaturan stock produk, dsb. Dengan adanya sistem ini diharapkan adanya efisiensi dan efektivitas dari seluruh apotek yang terkait sehingga akan meningkatkan keuntungan di kemudian hari.
Bagi para pengusaha yang memiliki modal yang sangat besar, hal tersebut telah lama dilakukan dengan cara membuka cabang-cabang apotek di berbagai daerah. Walaupun demikian, sistem manajemennya tetap berada di satu atap. Sebagai contoh: Apotek Roxy yang dulu memulai apoteknya di daerah roxy, sekarang telah memiliki lebih dari 10 cabang di seluruh daerah Jabotabek, Apotek Kimia Farma yang merupakan salah satu BUMN telah memiliki lebih dari 100 cabang dan tersebar di seluruh Indonesia, dan masih banyak apotek-apotek yang menerapkan konsep apotek jaringan ini.
Kalau demikian, apa keuntungan dengan adanya sistem apotek jaringan ini? Banyak keuntungan yang diperoleh dari sistem ini, diantaranya:
  1. Manajemen menjadi terkontrol dengan baik karena sistem pengawasan terpusat dari satu tempat saja.
  2. Distribusi produk menjadi lebih luas, dimana dengan banyaknya cabang, pembelanjaan produk menjadi meningkat dan tersebar luas. Dengan kuantitas pembelanjaan yang besar, kondisi harga pun menjadi lebih bagus sehingga harga yang ditawarkan ke konsumen pun menjadi kompetitif.
  3. Pelayanan terhadap konsumen pun seragam di berbagai cabang karena memiliki Standar Operasional yang sama.
  4. Terbukanya banyak lowongan kerja.
Walaupun demikian, untuk mencapai kesemuanya itu bukanlah hal yang mudah, perlu proses dan biaya yang tidak murah. Perlu waktu yang tidak singkat, bahkan bisa puluhan tahun untuk mencapai hal tersebut. Nah, bagaimana bagi  kita yang ingin berusaha di bidang ini, tetapi memiliki modal yang tidak terlalu besar. Hal tersebut bisa kita lakukan, tetapi butuh waktu yang sangat lama.
Bagi kita yang ingin berusaha dan ingin cepat berkembang, kita bisa mengikuti yang namanya sistem franchise, dimana kita menanamkan modal kita dan membeli sistem apotek jaringan yang telah ada dengan kompensasi memberikan semacam royalti dari omzet penjualan apotek kita kepada pemilik merk apotek tersebut. Beberapa apotek jaringan telah melakukan hal tersebut, diantaranya ialah Apotek Century, Apotek Guardian, Apotek K-24, Apotek Kimia Farma. Mereka melakukan sistem franchise dengan tujuan agar mereka dapat melebarkan sayap usaha tanpa harus menggelontorkan modal mereka sendiri.
Menurut saya, sistem franchise ini sangat menarik, apalagi bagi yang masih buta di bidang retail farmasi. Mengapa demikian? Sebab kita tidak perlu lagi memusingkan mengenai manajemen apotek kita nantinya, pengendalian stok yang terarah, brand apotek juga sudah dikenal masyarakat sehingga tidak perlu pengeluaran biaya promosi yang besar, dan masih banyak lagi. Walaupun demikian, bagi saya masih ada kelemahan-kelemahan yang saya amati dengan adanya sistem franchise apotek ini, antara lain:
  • Sistem royalti fee berdasarkan omzet penjualan di apotek tersebut. 
Memang ada kompensasi yang harus kita bayarkan yaitu berupa royalti fee karena kita menggunakan brand apotek yang sudah terkenal. Royalti ini berdasarkan omzet penjualan per bulan dari apotek tersebut. Sangat bagus jika lokasi apotek yang kita buka memiliki omzet yang besar, tetapi jika lokasi yang kita buka ternyata tidak sesuai yang kita harapkan dan malah merugi, hal ini akan makin memberatkan kita dengan sendirinya. Modal yang kita tanamkan di usaha tersebut menjadi habis, sedangkan pihak franchisor belum tentu menjamin akan adanya keuntungan yang diharapkan sebelumnya.
  • Harga produk yang seragam belum tentu bisa diterapkan di setiap daerah.
Sistem penentuan harga yang seragam belum tentu dapat diterapkan di setiap daerah. Terkadang hal tersebut bisa menjadi bumerang bagi kita sendiri, apalagi jika kita ingin membuka apotek franchise di daerah dimana tingkat persaingan harga yang sangat tinggi. Sebagai contoh: Obat A yang telah ditetapkan dari pihak franchisor dengan harga B, ternyata dengan harga tersebut tidak kompetitif di daerah tersebut. Akibatnya akan membuat apotek kita terkenal mahal di masyarakat sekitar apotek kita. Omzet penjualan tidak sesuai yang diharapkan, sedangkan kita juga harus membayar royalti fee kepada pihak franchisor. Lalu, apa gunanya kita membeli franchise?
  • Pihak Investor hanya bersifat pasif.
Karena sistem manajemen yang telah terpusat, pihak investor / franchisee hanya bersikap pasif saja. Segala keputusan, manajemen, kebijakan-kebijakan lainnya telah diatur dari pusat. Kita hanya duduk diam dan mengamati dari luar, sedangkan resiko usaha tersebut tetap di tangan investor. Jikalau demikian adanya lebih baik kita putar modal usaha tersebut di bursa saham saja, setidaknya kita masih memiliki keputusan untuk membeli / menjual saham yang kita miliki.

Jadi bagi Anda yang ingin memulai usaha di bidang ini, silahkan Anda pilih bentuk apotek yang bagaimana yang ingin Anda buka. Ingin cepat berkembang? Cobalah dengan sistem franchise dengan memikirkan untung ruginya. Start dari awal? Coba saja dan juga pikirkan untung ruginya. Gak ada yang salah, sebab segala macam konsep memiliki resikonya masing-masing, keputusan tetap di tangan Anda.

Tips Memulai Usaha dan Pengembangan Apotek

Berikut ini saya ingin menyampaikan beberapa tips untuk memulai usaha apotek dan pengembangannya. Hal ini berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya berkecimpung dalam usaha perapotekan. Mungkin beberapa hal sudah menjadi tips yang umum dalam memulai suatu usaha apapun.

Tips Memulai Usaha di Bidang Apotek

  • Survey Lokasi
          Lokasi tempat yang akan dijadikan oleh Anda untuk apotek sebelumnya harus disurvei dulu. Survei yang harus dilakukan ialah: posisi apotek Anda (tengah kota atau pemukiman), kemudahan transportasi ke sana, jumlah penduduk di areas sekitar (jumlah KK), jumlah apotek dan toko obat dalam radius 1 km dari lokasi, jumlah praktek dokter, klinik, maupun rumah sakit dalam radius 1 km dari lokasi, tingkat ekonomi masyarakat daerah sekitar apotek.
Mengapa hal tersebut harus kita lakukan? Semua survei tersebut di atas dilakukan nantinya untuk menentukan apakah lokasi yang ingin dijadikan apotek masih cocok dan mampu bersaing dengan apotek / toko obat yang telah lebih dulu berdiri di daerah tersebut dan juga menentukan produk-produk yang akan kita sediakan nantinya di apotek kita nanti. 
  • Penyediaan Produk
          Setelah ditentukan lokasi yang Anda pilih, penyediaan produk di apotek Anda disesuaikan dengan lokasi yang telah Anda tentukan. Hal ini bisa dilihat dari data jumlah praktek dokter di sekitar apotek Anda, jumlah klinik di sekitar apotek, dan tingkat ekonomi masyarakat sekitar apotek. Lho, kok tingkat ekonomi masyarakat sekitar perlu juga? Betul, hal ini harus diperhatikan terutama untuk Anda yang mendirikan apotek di daerah pemukiman. Mengapa? Soalnya sudah bisa dipastikan target konsumen yang Anda layani nantinya sebagian besar dari masyarakat sekitar jika Anda mendirikannya di daerah pemukiman. Nah, kalau daerah apotek tersebut tingkat ekonomi masyarakatnya menengah ke bawah, kita bisa memperkirakan obat-obat apa saja yang akan kita sediakan dimana sudah barang tentu obat-obatan yang murah harganya (sebagian besar obat-obatan generik). Produk-produk ini yang nantinya akan menjadi produk fast moving di apotek Anda. Di samping itu, kita juga nantinya bisa menentukan margin keuntungan yang ingin kita peroleh, sebab untuk daerah dengan tingkat ekonomi masyarakatnya menengah ke bawah hal yang paling krusial dalam belanja obat di apotek adalah masalah harga. Mereka akan mencari apotek yang menjual obat dengan harga murah. Loyalitas mereka mudah goyah jika ada kompetitor Anda bisa menawarkan harga yang lebih murah dari Anda. Selama harganya lebih murah (padahal cuma beda tipis dari jaraknya lumayan dari rumah mereka) dari apotek Anda, mereka akan lari ke kompetitor Anda.

  • Desain Ruangan
          Buatlah desain ruangan apotek Anda semenarik mungkin. Pencahayaan di dalam dan luar apotek haruslah membuat konsumen tertarik dan mengingat apotek Anda. Contohnya: Apotek Kimia Farma identik dengan warna biru, Apotek K-24 identik dengan warna hijau, dll. Desain lampu neon box buatlah semenarik mungkin dan juga mencerminkan apotek Anda. Untuk di dalam ruangan buatlah desain ruangan yang membuat konsumen nyaman di apotek Anda (ruangan ber-AC, ruang tunggu yang nyaman, dll). Penerangan di apotek juga sebisa mungkin terang (bisa dibantu dengan warna dinding yang cerah).
Apabila masih ada space ruangan di apotek Anda, bisa Anda manfaatkan untuk ruangan praktek dokter ataupun untuk usaha lain yang menunjang usaha apotek Anda.

  • Karyawan
          Kalau Anda masih baru dalam usaha apotek, dalam hal perekrutan karyawan, pilihlah salah satu asisten Anda yang telah memiliki pengalaman dalam hal manajemen apotek. Sisanya bisa Anda rekrut yang masih fresh graduate. Asisten Anda yang telah memiliki pengalaman ini nantinya dapat membantu Anda dalam pengelolaan apotek Anda nantinya. Untuk apoteker penanggung jawabnya bisa Anda rekrut dari apoteker yang baru lulus atau jika Anda seorang apoteker bisa Anda langsung sebagai penanggung jawabnya.
Mengapa saya bilang harus ada salah satu asisten Anda yang telah punya pengalaman, karena nantinya dia akan membantu Anda dalam pengelolaan apotek, dari pengelolaan stock barang, pengelolaan pembelian produk, pelayanan konsumen yang baik dan cepat, dan masih banyak lagi.

  • Software Manajemen Apotek
          Software manajemen apotek merupakan salah satu alat untuk membantu Anda dalam pengelolaan apotek di tempat Anda. Di dalam software ini Anda dapat memantau perkembangan apotek Anda, dari pengelolaan stock barang, trend penjualan produk, laporan penjualan (laba / rugi) apotek Anda, dan masih banyak lagi. Sekarang ini sudah banyak software manajemen apotek yang ditawarkan dan dengan harga yang terjangkau.


Demikian beberapa tips dalam memulai usaha di bidang apotek, mudah-mudahan tips ini dapat membantu. Selanjutnya akan saya sampaikan beberapa tips dalam pengelolaan apotek ketika apotek Anda sudah berjalan.


Tips Pengelolaan Apotek

Ada beberapa tips yang ingin saya sampaikan dalam pengelolaan apotek ketika apotek Anda sedang berjalan. Hal ini saya sampaikan berdasarkan pengalaman saya sebagai salah satu pelaku usaha ini, diantaranya:
  • Dikarenakan apotek kita masih baru, dalam pembelian produk janganlah berbelanja produk banyak-banyak dulu. Belanjalah produk-produk yang sudah pasti laku di pasaran dan juga belanja produk-produk obat wajib apotek menurut depkes. Daftar tersebut dapat dilihat di dinkes setempat. Stok produk juga jangan terlalu berlebihan. Sediakan produk untuk persediaan satu bulan pertama.
  • Belanjalah produk ke distributor secukupnya saja. Tujuannya ialah untuk mengetahui patokan harga standar dari masing-masing distributor. Setelah itu untuk pembelanjaan selanjutnya akan saya kasih tau triknya nanti.
  • Jalin kerjasama dengan apotek, klinik maupun praktek dokter sekitar Anda. Hubungan ini ditujukan untuk dapat meningkatkan omzet penjualan apotek Anda dan juga membantu Anda dalam penyediaan produk yang sebelumnya belum tersedia di tempat Anda. Apabila apotek sekitar Anda menjual produknya ke sesama apotek ternyata sama dengan ke konsumen, tidak perlu takut. Kalau perlu kita tidak usah mengambil untung lagi atau bahkan kita menjualnya kembali dengan lebih murah ke konsumen. Setidaknya kita tahu patokan margin apotek sekitar kita kepada konsumen.
  • Kontrol trend penjualan produk di apotek Anda setiap bulannya. Hal ini untuk mengetahui produk-produk apa saja yang laku di apotek Anda sehingga kita dapat menambahkan stok produk tersebut di bulan berikutnya. Untuk produk-produk yang kurang atau bahkan tidak laku selama 3 bulan, juallah produk tersebut tanpa mengambil keuntungan atau jual rugi. Setelah itu, produk tersebut tidak perlu disediakan lagi di apotek Anda daripada produk tersebut menjadi kadaluarsa di kemudian hari dan tidak dapat diretur ke distributor. Terkadang distributor sering berubah peraturan masalah retur untuk produk-produk tertentu. Lebih baik rugi sekarang daripada rugi kemudian hari, karena hasil dari penjualan produk yang tidak lagi tersebut dapat kita gunakan untuk menambah stok produk yang laku di apotek kita.
  • Jalin kerjasama dengan klinik, praktek dokter di sekitar apotek Anda. Hal ini bertujuan agar resep-resep yang dikeluarkan oleh klinik maupun praktek dokter di sekitar kita akan ditebus oleh pasien ke tempat kita. Di samping itu, kita juga bisa mengetahui obat-obat apa saja yang biasa diresepkan oleh mereka dan dapat menjadi pertimbangan Anda dalam hal penyediaan produk tersebut. Mengenai kerjasama tersebut dapat Anda lakukan menurut cara Anda sendiri.
  • Jalin kerjasama  dengan para detailer obat yang datang ke apotek Anda, setidaknya informasi terbaru lebih dulu sampai ke tempat Anda.  Jangan terburu-buru membeli produk dari mereka, karena biasanya pada waktu-waktu tertentu mereka akan menawarkan produk lebih murah untuk mengejar target penjualan mereka kepada Anda. Buatlah mereka untuk betah datang ke tempat Anda walaupun sebenarnya Anda belum berniat berbelanja ke mereka.
  • Ada beberapa apotek besar yang bisa menjual produk ke sesama apotek lebih murah daripada apa yang ditawarkan dari distributor kepada Anda. Jalinlah kerjasama dengan mereka. Karena di samping Anda dapat berbelanja ke sana dengan harga murah, juga dapat berbelanja berdasarkan stock yang dibutuhkan oleh apotek Anda. Karena kalau kita berbelanja ke distributor haruslah dengan minimum order yang terkadang membuat kita harus menambahkan stock produk untuk memenuhi minimum order tersebut, sedangkan kalau kita berbelanja ke sesama apotek kita bisa berbelanja tanpa harus memenuhi minimum ordernya, tetapi berdasarkan kekosongan stock produk di tempat Anda.
  • Perhitungan keuntungan apotek jangan kita perhitungkan berdasarkan margin yang kita tetapkan kepada setiap produk yang ada di apotek, tetapi diperhitungkan berdasarkan jumlah pembelian setiap jenis produk dalam satu bulan. Hal ini dapat saya terangkan seperti dalam contoh berikut ini:
              Berdasarkan data yang saya miliki di apotek saya terdapat 3 jenis produk yang selama 3 bulan pertama memiliki turnover penjualan yang sangat bagus, lalu saya masukkan ke dalam produk fast moving. Pada awalnya saya menentukan margin keuntungan sebesar 15% setiap jenis produk tersebut, misalkan laba untuk produk A= 2000/bh, produk B= 3000/bh, produk C= 4000/bh. Setiap bulannya saya melakukan pembelian masing-masing produk tersebut 5 buah. Untuk meningkatkan keuntungan apotek saya, saya tidak menaikkan margin keuntungan terutama untuk ketiga item produk itu, tetapi saya justru menurunkannya dan hal itu terbukti. Mengapa bisa demikian? Karena dengan menurunkan margin, jumlah pembelian saya untuk ketiga produk tersebut menjadi meningkat setiap bulannya dan keuntungan saya untuk ketiga produk tersebut menjadi bertambah. Perhitungannya seperti ini: Saya menurunkan margin untuk produk A= 1300/bh, produk B= 2500/bh, produk C= 3000/bh. Pada awalnya total keuntungan ketiga produk tersebut adalah sbb:
      Produk A= 5 x 2000 = 10000
      Produk B= 5 x 3000 = 15000
      Produk C= 5 x 4000 = 20000
      Ketika saya menurunkan margin keuntungan saya, ternyata total pembelian dari ketiga produk tersebut meningkat dengan rata-rata pembelian dalam satu bulan menjadi 13 buah, dan membuat keuntungan apotek saya meningkat. Total keuntungannya menjadi sbb:
      Produk A= 13 x 1300 = 16900 (selisih 6900 dari keuntungan awal)
      Produk B= 13 x 2500 = 32500 (selisih 17500 dari keuntungan awal)
      Produk C= 13 x 3000 = 39000 (selisih 19000 dari keuntungan awal)

      Di samping itu, saya juga memperoleh keuntungan lainnya yaitu jumlah konsumen yang datang pun menjadi bertambah dan untuk produk-produk lainnya juga ikut meningkat penjualannya. Hal ini disebabkan karena apotek saya menjadi salah satu apotek yang menawarkan produk dengan harga yang kompetitif di mata masyarakat.
      • Belanja Produk dengan Produk
      Belanja produk dengan produk? Anda pasti heran dengan konsep ini, namun telah saya terapakan konsep ini dan ternyata terbukti berhasil. Hal ini bisa dipraktekkan apabila kita telah memiliki kerjasama dengan para distributor dimana kita telah diberikan kesempatan untuk belanja dengan sistem kredit dan juga telah memiliki kerjasama yang baik dengan para sales terutama sales dari pabrik. Hal ini bisa saya terangkan sebagai berikut:
      Apotek saya telah berdiri cukup lama (kira-kira 2 tahun lebih). Selama berjalan, saya telah menjalin kerjasama dengan salah satu pabrik untuk memasarkan salah satu produknya. Pihak pabrik menawarkan diskon tambahan hingga 30% dengan syarat dalam satu bulan saya melakukan pembelian sebanyak 50 box. Akan tetapi, berdasarkan data penjualan produk tersebut dalam satu bulan, produk tersebut hanya bisa terjual di apotek sebanyak 12 box saja. Hal itu menjadi mustahil bukan? Karena kredit yang diberikan hanya untuk satu bulan saja. Akan tetapi, saya berani untuk mengambil penawaran tersebut dimana saya sebelumnya melakukan survei pasar mengenai produk tersebut. Karena saya juga memiliki kerjasama yang cukup baik dengan beberapa apotek, saya juga menawarkan produk tersebut ke apotek-apotek tersebut dengan sistem tunai dan ternyata mereka tertarik karena mereka tidak mendapatkan kondisi penawaran yang menarik itu dari pihak distributor. Dari hasil penjualan produk tersebut, saya melakukan barter barang dengan mereka yang ternyata memiliki produk yang saya butuhkan di apotek saya dan memiliki kondisi penawaran yang tak pernah saya dapatkan sebelumnya dari distributor dan memiliki turnover penjualan yang cepat dalam satu bulan.
      Jadi pada prinsipnya adalah setiap apotek ternyata memiliki satu atau beberapa produk andalan dimana mereka mendapatkan suatu perlakuan khusus dari distributor. Walaupun demikian, mereka belum tentu mampu memenuhi syarat yang diberikan karena kondisi pasar dari setiap daerah tempat apotek itu berada. Misalkan produk A walau diskonnya bagus tetapi kurang laku di apotek saya, tetapi sangat laku di apotek Q sedangkan apotek Q tidak pernah mendapatkan kondisi diskon yang didapatkan oleh apotek saya. Begitupun sebaliknya. Karena saya memiliki hubungan yang baik dengan apotek Q, saya melakukan barter produk dengan apotek Q sehingga kita saling membantu untuk memasarkan produk murah tersebut di daerah kita masing-masing. Kredit yang jatuh tempo dapat kita penuhi, jenis produk yang kita miliki di apotek pun juga bertambah dan dapat terjual dengan cepat. Istilahnya ialah kita memiliki sistem simbiosis mutualisme. Jadi, janganlah kita menganggap apotek di sekitar kita maupun di luar daerah apotek kita sebagai kompetitor yang harus dimusuhi. Hal-hal semacam ini nantinya akan kita alami. Hal ini terbukti dengan apa yang saya dapatkan dimana dari satu macam produk saja, saya bisa belanja lebih dari 10 macam produk fast moving yang saya butuhkan di apotek saya dengan sistem barter. Keuntungan yang saya peroleh pun menjadi bertambah, diantaranya:
      1. Margin laba dengan sendirinya bertambah untuk produk-produk fast moving (mis: dari 10% menjadi 15%).
      2. Jumlah item produk di apotek pun bertambah sehingga terbentuk image di masyarakat bahwa apotek kita sebagai salah satu apotek yang murah dan lengkap.
      3. Kita tidak lagi mengeluarkan modal dalam belanja barang dengan menggunakan sistem ini dimana modal tersebut dapat kita gunakan untuk menambah apotek baru nantinya.
      Walaupun demikian, hal ini tidak dapat saya peroleh secara instan, perlu proses yang butuh waktu namun bisa kita peroleh dengan hubungan yang baik seperti pernah saya tulis sebelumnya.
      •  Servis yang memuaskan terhadap konsumen
                 Konsumen adalah raja. Hal ini sudah tak terbantahkan lagi, sebab salah satu alat promosi yang murah adalah konsumen itu sendiri. Jika mereka tidak puas dengan pelayanan kita, dengan sendirinya mereka akan bicara di luar bahwa pelayanan apotek kita jelek dan mengakibatkan apotek kita tidak banyak dikunjungi oleh mereka. Jangan pernah merasa tersinggung atas berbagai keluhan atas konsumen (baik itu harga, pelayanan, dsb) dan selalu kita hadapi dengan senyuman. Sekali saja kita tersinggung, akan berakibat fatal dalam kelangsungan usaha apotek kita.
      Salah satu pelayanan yang dapat membuat mereka kembali berbelanja ke kita antara lain dengan memberikan prioritas layanan kepada konsumen yang sering berkunjung dan berbelanja di apotek kita, diantaranya dengan harga khusus, pelayanan lebih cepat, dsb.
      Contoh: terkadang ada beberapa konsumen telah secara rutin menebus resep mereka per bulan. Untuk resep-resep tersebut dapat kita berikan perlakuan khusus (misalkan diskon) kepada mereka. Dengan demikian, diharapkan mereka akan kembali menebus resep tersebut di tempat kita dan siapa tahu mereka akan membeli produk-produk lainnya di luar resep tersebut dan juga akan memberikan informasi kepada teman-teman mereka tentang apotek kita.
      • Evaluasi trend penjualan secara berkala
      Evaluasi ini wajib kita lakukan untuk mengetahui produk-produk apa saja yang laku, kurang laku, maupun tidak laku di apotek kita. Evaluasi ini dapat dilakukan setiap 3 bulan. Data tersebut kita kumpulkan untuk kemudian kita analisa produk-produk apa saja yang masih dapat kita sediakan nantinya. Sebaiknya untuk produk-produk yang tidak laku selama dua kali evaluasi kita jual rugi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi biaya penyimpanan produk tersebut, dimana hasil penjualan produk itu bisa untuk menambah stok produk yang cepat laku. Lebih baik rugi di awal daripada rugi di kemudian hari karena produk tersebut tidak dapat lagi dijual karena sudah kadaluarsa. Produk-produk tersebut dapat kita tawarkan ke apotek lain atau dapat kita lakukan semacam Garage Sale (Cuci Gudang) pada waktu-waktu tertentu kepada masyarakat.
      • Menjalin Kerjasama dengan Dokter
      Salah satu keuntungan yang paling besar dari apotek ialah dari resep dokter. Semakin banyak resep dokter yang ditebus ke apotek kita, semakin besar pula keuntungannya. So, bagaimana caranya agar resep tersebut bisa mampir ke apotek kita? Salah satunya ialah dengan menjalin kerjasama dengan dokter yang membuat resep tersebut. Kerjasama tersebut bisa dengan menginformasikan ke dokter yang bersangkutan bahwa apotek kita menyediakan item-item obat yang akan dia resepkan nanti, atau dengan memberikan semacam insentif (fee) kepada dokter tersebut apabila resep tersebut ditebus oleh konsumen di apotek kita. Dengan kerjasama tersebut, diharapkan obat-obat resep di apotek kita dapat dengan cepat terjual di apotek kita.
      • Survei harga di pasaran secara berkala
      Hal ini perlu dilakukan terutama untuk produk-produk yang banyak dijual di pasaran (produk OTC) sehingga kita dapat mengevaluasi apakah harga yang kita jual ke konsumen termasuk dalam kategori harga yang kompetitif sehingga kita dapat menjaga image di masyarakat bahwa di apotek kita termasuk apotek yang menjual obat dengan harga yang kompetitif. Produk-produk terutama produk OTC inilah sebagai salah satu produk pemancing konsumen untuk datang ke apotek kita. Jika untuk produk seperti itu saja harga yang kita tawarkan sudah tidak kompetitif, maka akan terbentuk pandangan di masyarakat untuk obat-obat resep lainnya harganya pasti tidak kompetitif lagi.
      • Pengelolaan Laba Usaha
      Sebaiknya laba usaha yang kita peroleh dapat kita simpan sebagian salah satu modal pengembangan selanjutnya untuk membuat cabang-cabang apotek kita nantinya. Sisihkan laba bersih apotek kita (kira-kira 50%) untuk pengembangan usaha / pembukaan cabang baru di daerah lain. Dengan membuka cabang baru, penyebaran (distribusi) produk akan semakin luas.

      Demikian beberapa tips yang ingin saya sampaikan. Mudah-mudahan bagi Anda yang ingin memulai usaha ini ataupun yang ingin mengembangkan usaha ini tips yang saya berikan dapat bermanfaat.